Warga ras Cina mewakili sekitar 40% populasi Penang. Mereka hidup menyebar di Negara bagian ini. Namun ada satu permukiman bersejarah yang masih melestarikan gaya hidup mereka dari tempo dulu yaitu Clan Jetties, lokasinya ada di Pangkalan Weld.
Clan Jetties adalah pemukiman bagi sembilan klan pionir etnis Cina yang tiba di Penang. Klan itu ialah Ong, Lim, Chew, Tan, Lee, New Jetty, Yeoh, Peng Aun, Koay. Pada pertengahan abad ke-19 mereka berimigrasi dari Cina ke arah selatan untuk mencari kehidupan yang lebih baik.
Baca juga : Aktivitas menarik 48 Jam di Penang
Setibanya di Penang, mereka mendirikan pemukiman di tepian pantai seperti yang bisa kita saksikan hingga saat ini.
Salah satu Clan Jetties yang ada di Pangkalan Weld dan terbuka untuk aktivitas wisata adalah Chew Jetty. Pada tahun 2008, UNESCO menobatkan kampung tua ini sebagai World Heritage Site.
Bukan tanpa alasan, kampung ini mulai berdiri di pertengahan abad ke 19. Penghuninya berasal dari keturunan Cina yang langsung datang dari Xinglinshe Village, Tong An District, Quanzhou Prefecture dan Provinsi Fujian. Dari papan informasi yang ada di muka kampung ini, saat ini terdapat 75 unit rumah yang mendiami Chew Jetty.
Saya mengunjungi Chew Jetty sebagai salah satu agenda menjelajahi George Town, Penang. Setelah berburu Street Art di sekitar Jalan Lebuh Armenia. Saya meneruskan langkah kaki saya hingga tibalah saya di pintu masuk ke kampung Chew Jetty.
Baca juga : Berburu Street Art di George Town
Ratusan tahun lalu, mereka berprofesi sebagai nelayan, pedagang dan buruh pelabuhan.
Seiiring berjalannya waktu, ikan semakin sulit ditangkap. Orang – orang tinggal di perkampungan Weld Quay pun berubah haluan dalam menafkahi kehidupannya dengan mengubah tempat tinggalnya menjadi kampung wisata.
Cara hidup mereka yang tinggal seperti terapung di lautan di atas papan kayu dijual sebagai potensi wisata budaya.
Sebelumnya ada 7 dermaga di Chew Jetty, sesuai dengan jumlah klan yang berada di kawasan ini. Namun karena adanya kebakaran sekarang hanya tersisa 6 dermaga saja. Tidak semua wilayah Chew Jetty bisa dimasuki turis. Untuk waktu berkunjungnya pun dibatasi, mulai dari 09.00 sampai 21.00.
Banyak penduduknya yang berjualan oleh – oleh, beragam cemilan, pernak – pernik hingga beragam kuliner. Ada satu restoran yang menarik perhatian saya, resto ini menjual ramen dalam porsi raksasa. Sayangnya saya tidak mungkin untuk mencobanya, karena resto ini juga menyajikan ramen babi dalam salah satu menunya.
Saya pun tiba di ujung kampung Chew Jetty. Banyak wisatawan yang duduk – duduk santai disini. Saya bertemu dengan seorang wisatawan yang hobi fotografi. Dengan kameranya yang mumpuni, ia mencoba mengambil gambar terbaik.
“Ah sayang kali mataharinya tertutup awan” katanya
Dan ia pun beranjak dari dermaga ini, entah kemana perginya.
Ia kurang sabar, sebab tak lama kemudian, matahari berhasil lolos dari kepungan awan yang sedari tadi menyelimutinya. Cahaya matahari yang jingga keemasan mempercantik suasana sore itu. Di seberang sana nampak sebuah pelangi yang tercipta.
Di sisi lainnya, ada seorang nelayan yang terus – menerus berusaha merayu wisatawan untuk naik ke kapalnya.
“ayo naik perahu, RM 10 saja, bisa ambil foto bagus”
Sayangnya, hari itu nampak tidak berpihak padanya. Tidak ada seorang pun yang memakai jasanya.
Menjelang maghrib, saya meninggalkan Chew Jetty. Di lorong yang tadi ramai dengan pedagang, kini sudah beranjak sepi. Mereka memang tidak berjualan sampai malam hari, meski kunjungan di kampung ini diperkenankan hingga jam 9 malam.