Sebuah running text berwarna – warni bertuliskan Keraton Kaprabonan nampak terlihat menggantung pada sebuah dinding di Jalan Lemahwungkuk, yang masih menyatu dengan Pasar Kanoman.
“eh, ada keraton lagi?” tanya Hanny kepada saya
Sebab selama ini yang kami tahu di Cirebon itu ada tiga keraton yaitu Keraton Kasepuhan, Keraton Kacirebonan, dan Keraton Kanoman. Semuanya sudah kami kunjungi.
Baca juga : Keraton Kacirebonan
Rasa penasaran kami membuat kami ingin masuk ke dalamnya. Jika dilihat sekilas, gerbang utama Keraton Kaprabonan tidak terlalu besar, bahkan tidak terlalu mencirikan sebagai keraton. Tiket masuk pun tidak ada, yang menjaga keraton juga tak ada.
“Apa benar ini keraton?” bathin saya bertanya
Jika dirujuk pada arti Keraton menurut KBBI, keraton adalah tempat kediaman ratu atau raja. Jadi tempat ini memang layak disebut sebagai keraton.
Di halaman keraton, hanya nampak bangunan tajug atau mushala, patung dua singa dan gapura kediaman sultan yang bersifat pribadi dan sepertinya tidak boleh dimasuki oleh orang lain selain keluarga.
Bagian atas gapura tersebut bentuknya seperti kubah masjid yang ditopang oleh dua pilar yang dihiasi dengan patung udang yang menempel pada dindingnya, begitu pun dengan porselen khas Cina yang juga menghiasi gapura ini.
Lambang Dalung Damar
Di gapura tersebut juga terdapat lambang kebesaran Keraton Kaprabonan yaitu dalung damar. Diceritakan pada zaman dahulu saat listrik belum ada, masyarakat menggunakan dalung damar yang dicampur dengan getah karet sebagai alat penerangan. Oleh karena itu dalung damar dipilih sebagai lambang keraton.
Mushala
Tajug atau mushala di area Keraton Kaprabonan kerap digunakan sebagai tempat shalat lima waktu. Mushala pusaka Kaprabonan ini berdiri tahun 1707 M, tempat ini sering digelar tawasulan setiap malam Jum’at dan kegiatan keagamaan pada bulan Rajab dan Malid Nabi. Semua ornament tajug ini masih asli dan tidak mengalami perubahan,mulai dari tembok dan kayu penyangganya.
Sejarah Keraton Kaprabonan
Kaprabonan terbentuk karena adanya perselisihan di dalam Keraton Kanoman yang kala itu dipimpin oleh Sultan Badrudin. Pembangunannya diperkirakan dimulai pada tahun 1696. Dikarenakan adanya perselisihan tersebut, Sultan Badrudin memilih untuk memisahkan diri dari Keraton Kanoman dan membangun Kaprabonan.
Setelah berpisah dengan Keraton Kanoman, Sultan Kaprabonan mengutamakan kembali ke ajaran Syekh Syarif dan menentang kolonial Belanda yang saat itu memecah belah keraton. Ia mengajarkan tarikat ajaran Syekh Syarif Hidayatullah kepada masyarakat.
Seperti keraton lainnya, Keraton Kaprabonan juga memiliki peninggalan diantaranya kitab – kitab ajaran Islam dan juga peninggalan keris turun temurun yang merupakan pemberian dari Syekh Syarif Hidayatullah.
Info Lainnya
Keraton Kaprabonan memiliki tradisi unik yaitu Tradisi Suraan yang biasanya digelar setiap tanggal 10 bulan Sura dalam kalender Jawa.
Pada tradisi keluarga Keraton Kaprabonan membuat bubur dan mencuci pusaka. Setelah tradisi bubur Sura dan pencucian keris, selanjutnya diadakan pertunjukan wayang.
Referensi