(+62) 897-7257-136 [email protected]

Login

Sign Up

After creating an account, you'll be able to track your payment status, track the confirmation and you can also rate the tour after you finished the tour.
Username*
Password*
Confirm Password*
First Name*
Last Name*
Birth Date*
Email*
Phone*
Country*
* Creating an account means you're okay with our Terms of Service and Privacy Statement.
Please agree to all the terms and conditions before proceeding to the next step

Already a member?

Login
(+62) 897-7257-136 [email protected]

Login

Sign Up

After creating an account, you'll be able to track your payment status, track the confirmation and you can also rate the tour after you finished the tour.
Username*
Password*
Confirm Password*
First Name*
Last Name*
Birth Date*
Email*
Phone*
Country*
* Creating an account means you're okay with our Terms of Service and Privacy Statement.
Please agree to all the terms and conditions before proceeding to the next step

Already a member?

Login

Menorobos Hujan di Hutan Taman Negara Pulau Pinang

jalan ke Taman Negara Pulau Pinang

Sejak saya menikah dengan Hanny yang saat itu masih berstatus sebagai mahasiswi Fakultas Kehutanan IPB. Kami sepakat bahwa dalam tiap agenda liburan yang kami lakukan, sebisa mungkin memasukan aktivitas jelajah hutan khususnya yang berstatus Taman Nasional atau Taman Wisata Alam.

Kami punya mimpi bisa menjelajahi seluruh Taman Nasional yang ada di Indonesia yang saat ini berjumlah 54.

Begitu pun jika mendapatkan kesempatan liburan keluar negeri. Kalau ada taman nasionalnya, maka kami harus mendatanginya. Taman Nasional di luar Indonesia yang pertama kali kami kunjungi ialah Seoraksan National Park di Korea Selatan.

Nah, waktu ke Penang untuk mengisi libur lebaran yang lalu, kami juga menyempatkan diri untuk menyambangi Taman Negara Pulau Pinang yang berada di Teluk Bahang. Jaraknya sekitar 21 kilometer dari pusat kota George Town.

Waktu itu kami trekking hanya sampai pos pertama atau sekitar 480 meter dari pintu masuk.Nama posnya Pasir Pandak. Kami hanya sampai sini sebab rasanya tidak mungkin meneruskan trekking jika harus membawa serta Fawwaz yang saat itu masih berusia 16 bulan.

Baca juga : Hanya 483 meter dari pintu masuk Taman Negara Pulau Pinang

Catatan Perjalanan ke Taman Negara Pulau Pinang

Kembali ke Taman Negara Pulau Pinang

Di minggu ketiga Oktober 2019, kami berkesempatan kembali ke Penang. Tapi Hanny dan Fawwaz hanya sebentar saja, sebab esok harinya mereka kembali melanjutkan perjalanan ke Medan. Sedangkan saya tetap di Penang hingga dua hari ke depan.

Nah, mumpung sendirian, saya memutuskan untuk kembali ke Taman Negara Pulau Pinang. Saya masih penasaran, seperti apa rasanya trekking di hutan hujan tropis Malaysia. Apakah sama seperti di Indonesia? Lebih mudah atau lebih sulit?

Vlog ke Pantai Kerachut

Perjalanan Menuju Taman Negara Pulau Pinang

Dari Tido Hostel tetap saya menginap, saya berjalan kaki menuju Restoran Nasi Kandar Line Clear. Tujuan saya kesini ialah untuk membeli bekal nasi bungkus yang akan saya santap waktu makan siang nanti.

Baca juga : Restoran Nasi Kandar Paling Enak di Penang

Setelah itu saya menunggu Bus Rapid Penang nomor 101 atau 102. Keduanya sama – sama berakhir di Taman Negara.

Saya menunggu bus di Halte Medan Lebuh Campbell yang persis berada di depan minimarket Seven Eleven. Kemudian langsung saja ada bus nomor 101 yang ingin saya naiki, sayang sopir yang membawa bus tersebut ngebut banget, sampai mengabaikan saya yang telah melambaikan tangan.

Untung saja, datang bus CAT alias bus gratis yang membawa saya ke Terminal Komtar. Begitu tiba di terminal ini, datang bus 102. Saya pun bergegas naik, lalu membayar ongkos ke Taman Negara sebesar RM 3.4 (setara Rp 11.560)

Perjalanan menuju Teluk Bahang begitu lancar. Dalam waktu 45 menit, saya sudah tiba di depan gerbang Taman Negara Pulau Pinang.

Di depan gerbang ini banyak penyedia jasa kapal wisata tujuan Teluk Duyung dan Pantai Kerachut. Harganya sudah ditetapkan secara bersama melalui paguyuban nelayan Teluk Bahang. Jadi tidak ada penyedia jasa kapal yang memberikan harga terlalu murah atau terlalu mahal kepada wisatawan yang berkunjung.

free information, ayo kemari”

Saya mendekati salah satu penyedia jasa kapal wisata, namanya Syamsuri.

Syamsuri langsung memberikan informasi mengenai spot – spot wisata yang bisa dikunjungi di kawasan Taman Negara Pulau Pinang.

Pertama ia membuka peta kawasan Taman Negara. Isinya berupa jalur trekking yang bisa ditempuh oleh wisatawan.

“Jadi di dalam kawasan Taman Negara ini ada dua jalur. Jalur pertama mengantar kita sampai Teluk Duyung atau Pantai Monyet hingga Muka Api (mercusuar). Total perjalanannya 2 jam 45 menit sampai Muka Api”

“Sedangkan jalur kedua, akan mengantar kita hingga ke Pantai Kerachut, total perjalanannya 1 jam 20 menit”

“Nanti tiba di Teluk Duyung atau Pantai Kerachut, boleh kami jemput, tak payah balik trekking ke main gate” Begitu penjelasan dari Syamsuri dengan bahasa melayu dan english yang bercampur aduk.

“kalau menurut Bang Syamsuri, jalur mana yang paling best?” tanya saya

“kalau saya lebih suka ke Pantai Kerachut, sebab jalur ini melewati hutan hujan tropis”

Trekking ke Pantai Kerachut

Sebelum memulai trekking, saya terlebih dahulu melapor kepada petugas yang berjaga. Saya mengisi buku tamu, mencatat nama, asal, nomor paspor dan tujuan kunjungan. Kemudian petugas memberi saya secarik kertas permit letter atau kalau di Indonesia disebut dengan Surat Izin Memasuki Kawasan Konservasi (Simaksi)

by the way, untuk masuk ke kawasan Taman Negara Pulau Pinang ini tidak dikenakan biaya sepeser pun alias gratis. Tapi yang terpenting ialah kita tetap harus melapor terlebih dahulu.

Saya begitu semangat untuk memulai perjalanan menuju Pantai Kerachut. Semuanya sudah siap, bekal makan siang, air mineral dan cemilan. Sepertinya trekking ini akan menyenangkan.

Bismillah

Saya mulai melangkah, menjejakan kaki di jalur yang pernah saya lewati sebelumnya hingga ke Pasir Pandak. Dalam waktu 5 menit, saya telah tiba di Pos Pasir Pandak. Saya beristirahat sejenak disini. Kemudian datang sepasang suami istri gaek dari Spanyol, mereka terus melangkah tanpa istirihat di Pasir Pandak.

Hadirnya mereka di hadapan saya menjadi pelecut. Saya kembali melanjutkan perjalanan.

Dari Pasir Pandak terdapat persimpangan jalur. Jalur ke kanan menuju Teluk Duyung, sedangkan jalur ke kiri ke Pantai Kerachut.

Saya memilih jalur yang ke kiri. Mengikuti saran dari Bang Syamsuri tadi.

Kini saya telah memasuki hutan hujan tropis. Dan langsung “dihadiahi” tanjakan yang cukup panjang. Awalnya saya masih mampu mengimbangi sepasang suami istri itu, tapi lama kelamaan saya tertinggal jauh dari mereka.

Langsung dihadiahi tanjakan

Setelah melewati tanjakan panjang, kini saya telah sampai di jalur yang disebut Jalan Penarikan.

Jalur yang disebut sebagai Jalan Penarikan

Mengapa dinamai demikian?

Ceritanya tahun 1940an masyarakat pada masa itu menggunakan kayu dari kawasan ini untuk membuat rumah dan kapal.  Kebutuhan akan kayu semakin meningkat seiiring kehadiran perantau dari Aceh ke Pulau Pinang. Para pencari kayu ini memanfaatkan kekuatan kerbau saat membawa keluar kayu dari hutan.  Jadi jalur yang saya lalui ini bukan tercipta dari aliran air melainkan dari bekas pijakan kerbau saat membawa kayu.

Jalur yang terbentuk akibat dari pijakan kerbau yang membawa kayu

Di Jalan Penarikan ini langkah saya disalip oleh 4 turis asal Jepang.

Kehujanan

Langit yang tadi cerah mendadak berubah menjadi kelabu

Suara gemuruh petir mulai terdengar

Sepertinya akan turun hujan

Dan benar saja, rintik – rintik hujan mulai turun. Dari perlahan hingga turun dengan derasnya.

Beruntung ketika hujan mulai deras, saya sudah tiba di sebuah pondok kecil yang maksimal bisa memuat hingga 6 orang.

Di pondok ini, saya bertemu dengan 4 turis Jepang yang tadi menyalip saya di Jalan Penarikan. Mereka membuka baju kemudian melanjutkan perjalanan menerobos derasnya hujan.

Saya begitu menyesal, saya mengira semuanya telah lengkap. Tapi saya justru tidak membawa sesuatu yang amat penting jika trekking di tengah hutan hujan tropis yaitu jas hujan!

Saat berteduh, kemudian datang rombongan pelajar yang mengenakan pakaian setelah olahraga berwarna ungu. Mereka adalah pelajar SMK Seberang Jaya, Seberang Perai. Mereka dengan santainya terus berjalan dibawah hujan. Saat melewati saya, dengan sopan mereka menyapa saya.

Hujan akhirnya reda. Saya kembali melanjutkan perjalanan. Kali ini melewati sebuah jalur yang disebut Bukit Belah.

Bukit belah di tengah jalur

Bukit Belah ini ialah jalur yang dibuat oleh pencari kayu dengan membelah bagian tengah dari bukit sehingga bisa dilalui oleh kerbau. Bukit ini dibelah dengan menggunakan cangkul. Menurut cerita, terdapat 7 orang yang membelah bukit ini dalam waktu 10 hari saja. Amazing!

Setelah Bukit Belah terdapat Pos Air Itam. Tepat di depan pos ini, terdapat jalur trekking ke puncak Bukit Air Itam yang bisa ditempuh dalam waktu 4 jam. Tapi jalur ini nampaknya ditutup untuk kunjungan wisatawan.

Setelah beristirahat sejenak di Pos Air Itam, saya lanjut berjalan santai.

Lagi asik berjalan tiba – tiba saja hujan turun kembali. Kali ini tanpa diawali gerimis, langsung deras!

Benar – benar perjalanan yang amat berat.

Sebenarnya tidak berat kalau saja saya membawa jas hujan. Jalur trekking ke Pantai Kerachut jauh lebih mudah ketimbang Jalur Gunung Putri di Gunung Gede yang sudah saya lahap berkali – kali itu.

Pantai Kerachut 5 Minit, begitu isi tulisan yang terpampang dari papan petunjuk.

Membaca tulisan tersebut, saya kembali bersemangat untuk menuntaskan trekking ini. Jalur menurun hingga sampailah saya di jembatan gantung Pantai Kerachut. Jembatan ini menggantung di atas Tasik Meromiktik.

Jembatan Gantung Pantai Kerachut
Pantai Kerachut di sisi yang tak jauh dari jembatan gantung

Tasik Meromiktik

Tasik Meromiktik menjadi salah satu keunikan dari Taman Negara Pulau Pinang. Di Malaysia, danau seperti ini hanya ditemukan disini. Bahkan diseluruh dunia danau sejenis ini hanya ada 19 saja.

Satu – satunya Tasik Meromiktik di Malaysia bisa ditemui di Taman Negara Pulau Pinang

Apa yang membuatnya begitu unik dan menarik?

Meromiktik maksudnya adalah terdapat dua lapisan air yaitu air laut dan air sungai yang tidak bercampur antara satu sama lain, sebab massa jenis air sungai lebih kecil dibandingkan massa jenis air laut.

Danau ini memiliki luas 2.77 km persegi dan memiliki kedalaman 9 kaki atau sekitar 3 meter. Jika air di danau ini penuh, ia mampu menyediakan air untuk 2500 rumah dalam waktu setahun.

Saat kedatangan saya kesini, nampak genangan air di beberapa sisi danau. Sepertinya saya kurang beruntung melihat danau ini terisi dengan air sepenuhnya.

Padahal dari papan informasi yang saya baca. Kalau mau lihat danau ini penuh bisa disaksikan pada bulan April – Mei atau Oktober – November.

Konservasi Penyu

Setelah mengamati Tasik Meromiktik, saya kembali berjalan sejauh 200 meter menuju tempat konservasi penyu.

Turtle Conservation and Information Center di Pantai Kerachu

Tempat ini dibangun sejak 1990, tujuannya untuk melindungi penyu dari kepunahan. Disini pengunjung bisa melihat induk penyu, tukik dan.. dan apa lagi ya? Ya itu aja. Sebenarnya ada petugas jaga disini, tapi tidak ada seorang pun diantaranya yang menyambut wisatawan yang datang kesini untuk sekedar berbincang mengenai penyu. Kan namanya saja Turtle Conservation and Information Center.

Tukik
Penetasan tukik

Makan Siang

Memasuki tengah hari, perut pun dilanda lapar, untung bawa bekal nasi kandar.

Saya memakannya di pondok yang ada di dekat dermaga. Sementara itu turis asing mulai meninggalkan Pantai Kerachut, mereka telah dijemput oleh kapal pesanannya. Pun halnya dengan rombongan siswa dari Seberang Perai. Mereka usai makan siang langsung kembali ke Teluk Bahang dengan kapal.

Dermaga di Pantai Kerachut
Pantai kerachut tak jauh dari tempat konservasi penyu

Saya teringat kata Syamsuri tadi “tak payah balik trekking lagi”

Ya, andai saja saya punya uang lebih saya akan pakai cara yang sama. Pergi trekking, pulang di jemput kapal.

Biaya sekali jalan dari pintu masuk ke Pantai Kerachut (atau sebaliknya) ialah RM 100 (setara Rp 340 ribu), harga ini berlaku untuk satu boat. Jadi kalau datang rombongan baiknya naik kapal saja. “tak payah trekking”

Kembali

Usai makan siang, saya pun beranjak dari Pantai Kerachut. Kembali ke main gate. Saya tidak sendirian, kali ini ada rombongan keluarga dari Inggris yang ikut mengiringi. Mereka terdiri dari pasangan suami istri dengan tiga orang anak yang masih belia serta seorang bibi yang bertugas sebagai dokumentasi. Bibi ini membawa dua kamera sekaligus untuk merekam, memotret liburan keluarga ini. Luar biasa. Yang luar biasanya lagi anak – anak mereka yang sangat tangguh melahap jalur trekking di hutan hujan tropis ini.

Kembali ke main gate bersama rombongan keluarga dari Inggris

Baca juga : Masuki Hutan Purba Malaysia di The Habitat Penang Hill