(+62) 897-7257-136 [email protected]

Login

Sign Up

After creating an account, you'll be able to track your payment status, track the confirmation and you can also rate the tour after you finished the tour.
Username*
Password*
Confirm Password*
First Name*
Last Name*
Birth Date*
Email*
Phone*
Country*
* Creating an account means you're okay with our Terms of Service and Privacy Statement.
Please agree to all the terms and conditions before proceeding to the next step

Already a member?

Login
(+62) 897-7257-136 [email protected]

Login

Sign Up

After creating an account, you'll be able to track your payment status, track the confirmation and you can also rate the tour after you finished the tour.
Username*
Password*
Confirm Password*
First Name*
Last Name*
Birth Date*
Email*
Phone*
Country*
* Creating an account means you're okay with our Terms of Service and Privacy Statement.
Please agree to all the terms and conditions before proceeding to the next step

Already a member?

Login

Mendaki Manja Untuk Mengejar Matahari di Bukit Sikunir Dieng

obyek wisata bukit sikunir

Bukit Sikunir merupakan salah satu gunung yang mengelilingi Dataran Tinggi Dieng, ia memiliki ketinggian 2.300 meter di atas permukaan laut. Bisa dikatakan hampir semua wisatawan yang mengunjungi Dieng tidak akan melewatkannya. Meski untuk mencapainya dibutuhkan tenaga yang ekstra karena harus mendaki.

Mengapa wisatawan sampai rela bangun lebih awal, bertarung dengan suhu yang amat dingin serta menyiapkan tenaga yang lebih untuk ke Bukit Sikunir?

Karena ia merupakan salah satu tempat terbaik di Indonesia untuk menyaksikan golden sunrise. Panorama saat matahari terbit begitu mengesankan dengan latar Gunung Sumbing dan Sindoro serta deretan pegunungan lainnya.

Menuju Bukit Sikunir

Di liburan akhir tahun 2019, saya memboyong anak dan istri untuk mengunjungi Dataran Tinggi Dieng. Tentu saja Bukit Sikunir menjadi salah daftar destinasi wisata di Dieng yang akan kami kunjungi.

Dari Homestay Puspa Indah Syariah tempat kami menginap, jarak ke Bukit Sikunir sekitar 7 kilometer. Meski terbilang cukup dekat, namun prediksi waktu tempuh oleh google maps 30 menit. Mengapa?

Saya tak tahu, yang jelas di malam pertama kami di Dieng, kami tidur lebih awal. Agar kami bisa bangun lebih awal pula.

Mas Hakam penjaga homestay ini mengatakan jika ingin ke Bukit Sikunir, wisatawan yang menginap di Dieng harus mulai bergerak dari jam 3 pagi.

Sebelum tidur, saya telah memasang alarm pada smartphone. Semoga kami mampu bangun dini hari nanti.

Alarm telah berdering sejak pukul 3 pagi, namun kami baru benar – benar terjaga setengah jam setelahnya. Hawa dingin yang merasuk hingga ke tulang memang sangat sulit ditaklukan. Hanya keinginan menyaksikan sunrise yang mampu mengusirnya.

Kami mempersiapkan segala keperluan yang dibutuhkan untuk mendaki seperti jaket tebal dan head lamp.

Kami baru benar – benar siap untuk berangkat jam 4 pagi. Baru saja ingin memulai perjalanan ke Sikunir, suara adzan berkumandang. Waktu shubuh memang datang lebih cepat dari waktu Jakarta. Supaya tenang, kami tunaikan kewajiban kami terlebih dahulu.

Setelah salat, kami langsung bergegas ke Bukit Sikunir. Bisa dikatakan kami agak telat mulai berangkatnya. Tapi saya yakin, kami masih bisa tiba di puncak Bukit Sikunir sebelum matahari terbit.

Saya mengemudikan motor matic yang kami sewa ini dengan sangat hati – hati sebab semalam sebelumnya hujan turun di Dieng cukup deras. Aspal yang basah ditambah tanah pertanian yang terbawa air hujan hingga ke tepian jalan membuat jalanan menjadi licin.

Di beberapa tempat terdapat genangan air serta lubang – lubang jalan yang membahayakan. Kabut tebal pun seringkali menghalangi pandangan.

Tepat 2 kilometer sebelum memasuki Desa Sembungan terjadi kemacetan. Beberapa Driver ojek lokal dengan jaket kebanggaannya memanfaatkan situasi ini untuk menawarkan jasanya kepada wisatawan yang terjebak macet.

Untungnya kami naik motor. Kemampuan saya mengendarai motor di tengah kemacetan Jakarta membuat saya dengan mudah menaklukan macet disini.

Kami pun tiba di gapura Desa Sembungan yang diklaim sebagai desa tertinggi di Pulau Jawa.

Seorang petugas memberhentikan kami dan menarik uang retribusi sebesar Rp 10.000 per orang sebagai tanda masuk ke kawasan wisata Desa Sembungan.

Dari gapura Desa Sembungan ini, area parkir Bukit Sikunir tinggal 2 kilometer lagi. Di saat kami bisa langsung melenggang kesana, tidak halnya bagi wisatawan yang mengendarai mobil. Sebab saat itu area parkir yang ada di sekitar Telaga Cebong sudah penuh dan tidak mampu menampung mobil lagi.

Wisatawan harus memarkirkan mobilnya di area parkir yang ada di samping gapura Desa Sembungan. Dari sini pilihannya mereka harus berjalan kaki sejauh 2 kilometer atau menggunakan jasa ojek sebesar Rp 10.000 untuk sekali jalan.

Setibanya di area parkir, kami langsung memarkirkan motor. Seorang bapak berusia paruh baya memberikan kami secarik kertas tiket parkir dengan nilai Rp 5.000, harga yang cukup tinggi hanya untuk parkir motor.

Mendaki Puncak Bukit Sikunir

Suasana di kaki bukit begitu ramai oleh wisatawan, layaknya sebuah pasar. Warung – warung penjaja makanan dan cemilan sudah memulai aktivitasnya melayani wisatawan. Ada wisatawan yang memilih istirahat di warung, sebagian langsung memulai pendakian setibanya mereka disini.

Kami termasuk yang langsung memulai pendakian, sebab waktu matahari terbit sudah dekat lagi.

Bagi saya, ini adalah ketiga kalinya mendaki Bukit Sikunir. Dari pengalaman sebelumnya, untuk tiba di puncak bukit ini membutuhkan waktu sekitar 30 menit. Tapi sekarang saya tidak sendiri, saya akan mendaki bersama anak dan istri. Dan lagi saya akan memikul tas berisikan kamera serta menggendong Fawwaz. Beban yang tidak bisa dikatakan ringan, bukan?

Tapi saya adalah ayah yang kuat.

Dengan mengucapkan basmalah kami mulai mengayunkan langkah untuk mendaki.

Ternyata jalur trekking ke puncak saat ini sudah sangat begitu bersahabat. Jalan setapak berupa anak tangga yang telah tertata ini tentu saja membuat Bukit Sikunir menjadi mudah untuk didaki oleh siapapun.

jalur pendakian bukit sikunir
Jalur pendakian menuju puncak Bukit Sikunir yang sangat mudah dilalui oleh siapapun

Selain tangga yang telah diperbaiki, di sekeliling jalan itu juga diberi batas pengaman. Selain itu jalan setapak menuju puncak bukit ini juga telah dipasang lampu penerang, membuat head lamp yang kami bawa menjadi sia – sia. Benar – benar pendakian yang memanjakan.

Walaupun jalur trekkingnya sudah sangat memudahkan, namun karena lokasinya ini sudah berada di atas ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut tentu saja udara yang ada disini menjadi tipis, sehingga akan membuat nafas menjadi tersengal saat kita mendaki. Apalagi saya yang membawa dua beban sekaligus.

Untuk mengatasi hal tersebut saya mencoba mengatur pernapasan melalui hidung dan dikeluarkan melalui mulut secara teratur. Selain masalah pernapasan, yang harus diperhatikan juga adalah kemampuan kaki. Jika sudah terasa agak ketarik maka sebaiknya berhenti, karena jika dipaksakan terus berjalan akan berisiko mengalami keram pada otot.

Setelah 45 menit pendakian akhirnya kami tiba di puncak Bukit Sikunir, suasanya begitu ramai. Kami sampai kesulitan untuk mencari tempat yang pas untuk menyaksikan panorama matahari terbit.

Jam telah menunjukkan waktu dimana seharusnya matahari telah terbit, namun kabut yang amat tebal menghalangi pandangan.

Sepertinya kami sedang tidak beruntung pagi itu. Tidak ada deretan pegunungan Sumbing – Sindoro yang seharusnya terlihat. Pengunjung yang kecewa mulai turun kembali dari puncak.

Tidak mendapatkan sunrise, pendaki mulai beranjak dari puncak Bukit Sikunir

Matahari memang telah terbit, namun kabut masih saja begitu pekat. Kami memutuskan untuk tetap menunggu kabut menghilang, setidaknya sampai nampak Gunung Sindoro saja. Itu tiada mengapa. Yang penting ada obyek untuk difoto seperti yang anda lihat pada feature image artikel ini.

kabut di bukit sikunir
Kabut menghalangi pandangan

30 menit menanti, akhirnya kabut mulai menyingkir pergi. Tapi hanya Gunung Sindoro saja yang nampak terlihat, puncaknya seperti menyembul dari balik kabut. Sementara saudara kembarnya si Gunung Sumbing masih tertutup kabut.

Puncak Gunung Sindoro yang menyembul dari balik kabut

Meski hanya Gunung Sindoro saja yang terlihat namun sudah membawa kebahagian bagi para wisatawan yang telah berjuang mendaki kesini. Mereka langsung bersorak sorai gembira ketika menyaksikan gunung yang memiliki puncak ketinggian 3.150 meter di atas permukaan laut itu di hadapan matanya.

Wisatawan menikmati panorama Gunung Sindoro dari Bukit Sikunir

Saya sudah siap dengan kamera yang sedari tadi sudah mengalung di leher, mengambil beberapa foto. Setelah itu tentu saja swafoto dengan anak dan istri. Semoga nanti menjadi kenangan yang manis.

Mendaki Bukit Sikunir di bulan Desember yang basah memang bukanlah hal yang tepat, sebab akan sulit mendapatkan panorama yang diinginkan karena terhalang kabut. Kami bertekad untuk kembali kesini disaat musim kemarau yang biasa berlangsung antara bulan Juli – Agustus.

Usai menyaksikan matahari terbit di Bukit Sikunir, biasanya wisatawan akan melanjutkan perjalanannya ke Batu Ratapan Angin, menyaksikan keindahan Telaga Warna dan Pengilon

Baca juga : Batu Ratapan Angin, Tempat Asik untuk melihat Telaga Warna