(+62) 897-7257-136 [email protected]

Login

Sign Up

After creating an account, you'll be able to track your payment status, track the confirmation and you can also rate the tour after you finished the tour.
Username*
Password*
Confirm Password*
First Name*
Last Name*
Birth Date*
Email*
Phone*
Country*
* Creating an account means you're okay with our Terms of Service and Privacy Statement.
Please agree to all the terms and conditions before proceeding to the next step

Already a member?

Login
(+62) 897-7257-136 [email protected]

Login

Sign Up

After creating an account, you'll be able to track your payment status, track the confirmation and you can also rate the tour after you finished the tour.
Username*
Password*
Confirm Password*
First Name*
Last Name*
Birth Date*
Email*
Phone*
Country*
* Creating an account means you're okay with our Terms of Service and Privacy Statement.
Please agree to all the terms and conditions before proceeding to the next step

Already a member?

Login

Seharian Jalan – jalan Keliling Takengon

jalan jalan ke takengon

Langit masih berselimutkan gelap saat saya tiba di Terminal Paya Ilang Takengon. Saya masih belum tahu hendak kemana setelah tiba di Takengon. Ini adalah kali keduanya saya ke ibukota Kabupaten Aceh Tengah ini.

Sebelumnya pada libur lebaran 2019, saya kesini bersama anak dan istri diantar ayah mertua. Namun kali ini saya datang seorang diri dan menggunakan bus.

Misi utama saya ke Takengon awalnya hanyalah untuk membuat video konten perjalanan naik bus dari Medan ke Takengon. Sebab saat itu saya belum menemukan video perjalanan bus tujuan Medan Takengon. Lain halnya dengan video bus Medan – Banda Aceh, videonya sudah banyak di YouTube dan tiap minggu selalu ada saja yang mengupload video baru.

Jadi saya bisa menasbihkan diri sebagai pengupload video perjalanan Medan Takengon yang pertama di YouTube.

Lantas, apa yang harus saya lakukan saat telah sampai di Takengon?

Langsung Kembali ke Lhokseumawe kah? Namun jadwal keberangkatan bus baru mulai pada jam 8 malam.

Jalan – jalan keliling Takengon seharian rasanya piihan yang tepat. Jadinya saya akan mengunjungi berbagai obyek wisata yang ada disini lalu Kembali ke Terminal Paya Ilang saat sore hari.

Masalahnya adalah saya belum mendapatkan motor untuk disewa. Sementara itu angkutan umum di Takengon terbatas atau tidak menuju ke lokasi wisata.

Baca juga : Ga dapat Sewa Motor di Takengon, Sewa Becak Motor Aja

Di tengah kebingungan, seorang bapak dengan setelan pakaian yang rapi menyapa saya. Beliau adalah Pak Jamal. Beliau menawarkan saya tempat untuk istirahat. Tempat yang ia maksud adalah loket PO Kurnia.

Ya, Pak Jamal adalah penanggung jawab loket PO Kurnia di Takengon. Pada masa sebelum pandemi Covid-19 beliau sibuk melayani penumpang serta paket yang dibawa Bus Kurnia.

Namun, kondisi pandemi mengubah segalanya. Manajemen PO Kurnia memutuskan untuk memberhentikan sementara rute Medan – Takengon.

Untuk tetap bertahan hidup, Pak Jamal membuat warung kecil memanfaatkan ruangan loket. Warung miliknya menjual nasi gurih, gorengan dan minuman hangat di pagi hari.

Nah disini lah saya beristirahat sambil ngobrol – ngobrol dengan Pak Jamal serta krew bus Harapan Indah.

Di tengah obrolan saya menyampaikan keinginan untuk jalan – jalan keliling Takengon, namun sayangnya saya belum mendapatkan sewa motor.

Dan kebetulan sekali saat itu ada Pak Suhaimi yang akrab disapa Pak Iki. Beliau adalah salah satu tukang becak motor yang mangkal di Terminal Paya Ilang Takengon.

Saya mencoba memintanya untuk mengantar saya seharian keliling Takengon. Awalnya beliau meminta Rp 200 ribu, namun saya tawar menjadi Rp 150 ribu. Dan beliau setuju.

Mari Kita Mulai Perjalanan

Destinasi pertama yang saya kunjungi adalah Pasar Paya Ilang yang lokasinya bersebelahan dengan terminal. Soalnya saya ingin sarapan sebelum jalan lebih jauh lagi.

Disini saya sarapan dengan lontong medan, harganya murah hanya Rp 10 ribu saja.

Sarapan sebelum keliling Takegon

Bur Telege

Setelah itu kami menuju obyek wisata Bur Telege.

Kalau kalian ke Kota Takengon dan melihat tulisan Gayo Highlight pada sebuah bukit. Nah, di bukit itulah Bur Telege berada.

Tentu saja jalan menuju kesana menanjak dan berkelok – kelok. Cukup ngeri juga naik becak motor sebenarnya. Tapi saya yakin Pak Iki adalah orang yang berpengalaman menaklukan medan jalan di Takengon.

Kami pun Tiba di Bur Telege. Saat itu terlihat sedang ada aktivitas pembangunan di obyek wisata ini. Dan tepat di pintu masuknya terdapat papan bertuliskan bahwa pengunjung dilarang masuk karena sedang ada renovasi.

Wah sayang banget rasanya, sudah jauh kesini tapi gag bisa masuk. Saya mencoba masuk dengan meminta izin dan diperbolehkan.

Bur Telege menawarkan panorama Danau Lut Tawar dari ketinggian. Ini mengingatkan saya dengan obyek wisata Pantan Terong yang saya kunjungi pada libur lebaran 2019. Tapi keduanya memiliki sudut pandang yang berbeda.

Baca juga : Melihat Danau Lut Tawar dari Pantan Terong

Disini banyak spot yang bisa digunakan sebagai tempat berfoto, selain itu tersedia juga wahana mainan anak, mulai jembatan kecil, ayunan dan sejumlah mainan lainnya. Ada juga kafe yang menawarkan kopi khas Gayo. Sayang waktu itu kafenya tutup jadi gag bisa mencicipi rasa dari kopi Gayo.

Nantinya Bur Telege juga menyediakan fasilitas penginapan bagi pengunjung yang berminat. Waktu itu saya melihat pembangunan fasilitas penginapan ini sedang dalam proses finishing saja.

Rintik – rintik hujan turun, saya bergegas Kembali menemui Pak Iki dan melanjutkan perjalanan ke Danau Lut Tawar

Danau Lut Tawar

Akhirnya, saya bisa menyaksikan danau terluas di Aceh ini secara dekat. Sebelumnya saya hanya melihatnya dari atas bukit.

Terdapat plang bertuliskan Danau Lut Tawar berukuran besar dan memanjang yang menjadi lokasi favorit pengunjung untuk mengambil foto. Namun karena tulisannya yang panjang, membuat orang mengambil foto harus mundur beberapa langkah supaya tulisannya nampak semua. Hehe..

Di tepi danau terdapat sebuah perahu wisata yang sedang tertambat. Sepertinya wahana ini sedang ditutup karena pandemi. Padahal saya ingin sekali menaiki perahu ini berlayar ke tengah danau.

Saya terus berjalan di tepi danau, melihat anak – anak sedang berlatih renang dan dipandu oleh seorang tentara. Mereka sangat lihai sekali berenang kesana kemari, namun pelatihnya begitu tegas jika ada kesalahan sedikit pun.

Anak – anak berenang di Danau Lut Tawar

Tak jauh dari tepi danau terdapat keramba – keramba tempat budi daya ikan serta lobster air tawar.

Tidak banyak yang bisa saya lakukan disini. Kemudian saya meminta Pak Iki mengantar saya ke Goa Putri Pukes.

Goa Putri Pukes

Lokasi Goa Putri Pukes tidak begitu jauh dari Danau Lut Tawar. Saat tiba di lokasi, seorang pria paruh baya dengan rambut gondrong beruban yang diikat menyambut saya. Beliau adalah Pak Bahri.

Pak Bahri adalah salah satu orang yang bekerja sebagai pemandu di goa ini. Beliau menawarkan jasanya kepada saya tanpa mematok harga. Saya pun mengiyakan, setidaknya saya bisa mendapatkan bahan cerita untuk saya tulis.

Pak Bahri menjelaskan tiap – tiap bagian yang ada di goa ini secara singkat

“Ini ular yang menjadi batu, ini batu seribu bayang karena bisa terlihat seperti monyet atau wayang”

“ini tempat bertapa orang zaman dulu”

“ini ayamnya Putri Pukes yang menjadi batu”

“ini pisau, ini bonekanya, ini berhala, ini tempat suaminya, ini sumurnya, ini kendinya”

“dan terakhir ini, Putri Pukesnya, dia menghadap ke kiblat, dulunya kecil, lalu karena terus menangis sehingga menjadi besar seperti sekarang”

“Ceritanya sudah tahu?” tanya Pak Bahri

“Belum” jawab saya singkat

“Putri Pukes ini pengantin baru, suaminya berasal dari Bener Meriah, diantar dari seberang danau yaitu Kampung Longsar”

Ibunya Putri Pukes berpesan “kalau kamu pergi ke tempat suami mu, saya sudah mengizinkan.  Tapi jangan kamu menoleh ke belakang”

Namun di tengah perjalanan Putri Pukes menoleh ke belakang karena merasa mendengar suara ibunya yang memanggilnya. Padahal ia telah diperingatkan untuk tidak menoleh. Sehingga Putri Pukes telah melanggar amanah ibunya

Tak lama kemudian, datang hujan badai dan petir dan masuklah rombongan pengantin itu ke dalam goa. Setelah hujan reda, rombongan pun keluar dari goa, mereka mencari sosok Putri Pukes dan Suaminya yang ternyata telah berubah menjadi batu di dalam goa tersebut.

“Sekian” Pak Bahri menutup cerita

Hanya 5 menit saja waktu yang dibutuhkan Pak Bahri untuk menceritakan keseluruhan isi dari Goa Putri Pukes. Singkat sekali bukan?

Perjalanan saya belum berakhir sampai disini.

Bersambung.

1 Response

Leave a Reply